Dongkrak Investasi, Pemerintah Arahkan Insentif
Jum'at, 14 Mei 2010Jakarta ? Pemberian fasilitas insentif pajak untuk mendukung iklim investasi diarahkan bersifat sesuai kebutuhan (tailor made) agar lebih cepat terserap. Deputi Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady mengatakan, minimnya penyerapan stimulus fiskal tahun lalu, karena insentif bersifat umum.
?Stimulus fiskal tahun lalu, penyerapannya memang kurang optimal, karena bersifat umum. Karena itu, policy yang digunakan sebaiknya tailor made. Kami akan bertanya apa kebutuhan dari masing-masing sektor,? kata Edy di Jakarta, baru-baru ini.
Edy mengungkapkan, tidak semua investor menginginkan insentif berupa tax allowance. Dia mencontohkan, perusahaan asal Korea Selatan, Pohang Steel and Iron Company (Posco) yang siap berinvestasi di tanah air, hanya meminta ketersediaan lahan.
Dalam pemberian insentif, pemerintah bersama industri juga perlu merumuskan dengan tepat. Hal ini terkait mencuatnya keinginan agar ada insentif, seperti penundaan pajak dalam jangka waktu tertentu (tax holiday). Padahal, pemberian tax holiday ditentang oleh World Trade Organization (WTO), karena tax holiday memberikan pembebasan pajak sejak perusahaan masuk masa investasi hingga masa komersial.
?Saya selalu bilang, tax holiday itu pengertiannya harus diperjelas, karena di kepala orang itu kan (pengertiannya) beda-beda. Yang holiday, itu kalau perusahaan belum masuk masa produksi. Tetapi, di Indonesia ada aturan yang mengenakan pajak dalam kegiatan eksplorasi. Sebenarnya kegiatan eksplorasi jangan dipajaki, karena belum ada profit,? papar dia.
Dengan demikian, kata Edy, perlu pelurusan pengertian mengenai tax holiday. Banyak negara menerapkan kebijakan pembebasan pajak hari-hari libur, seperti Jumat dan Sabtu. Sedangkan, instrumen yang dibolehkan mendapatkan semacam tax holiday antara lain adalah pajak pertambahan nilai (PPN). Sebab, PPN dan bea masuk (BM) merupakan instrumen perdagangan.
?Indonesia sudah banyak memberikan kebijakan yang serupa dengan tax holiday, misalnya kebijakan PPN dan BM ditanggung pemerintah (DTP),? jelas dia.
Sesuai APBNP 2010, pemerintah memberikan PPN-DTP senilai Rp 2,5 triliun pada kegiatan usaha hulu eksplorasi minyak dan gas bumi, serta kegiatan usaha eksplorasi panas bumi. Insentif fiskal ini adalah PPN-DTP terutang atas impor barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha hulu eksplorasi minyak dan gas bumi. Selain itu, insentif diberikan untuk kegiatan usaha eksplorasi panas bumi oleh pengusaha dibidang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, atau pengusaha di bidang kegiatan usaha panas bumi.
Di sisi lain, anggota Komisi XI DPR Laurens Bahang Dama mengakui, kebijakan insentif semacam tax holiday bisa meningkatkan kinerja investasi di tanah air.
?Saya kira itu memang bisa memberikan peningkatan investasi di Indonesia. Meski kalau itu akan diterapkan harus dibahas secara mendalam,? kata dia.
Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Gita Wirjawan optimistis pembahasan kebijakan tax holiday selesai sebelum akhir tahun ini.
?(Pembahasan konsep) tax holiday dalam satu atau dua kuartal lah. Ini harus dilakukan agar bisa menggenjot investasi untuk mengejar target Rp 10.000 triliun, itu angka yang banyak,? kata Gita baru-baru ini.
Pemberian fasilitas pajak, kata Gita, diusulkan untuk diberikan terbatas bagi investor asing penting. Selain itu, tax holiday perlu diberikan kepada investor yang menggarap sektor prioritas dan investor yang mau menanmkan dana di wilayah timur yang sedang dipromosikan. Sektor prioritas ini diantaranya adalah sektor energi terbarukan, seperti geotermal dan energi dari bahan nabati.
Sumber : BKPM